Sementara itu, menurut pengakuan bustomi,dia hanya meminta kepada pihak yang bertanggung jawab untuk segera memberikan uang ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang ada atau ambil lah tanah itu, karena sudah tidak bisa lagi di tanam tumbuhan,Padahal kebun karet tersebut merupakan satu-satunya penghasilan dari keluarga mereka.
“Kami meminta ganti rugi berdasarkan peraturan Gubernur Sumatera Selatan nomor 40 tahun 2017 Pasal 3 ayat (8) ditetapkan pada usia tanam tumbuh dalam jangka sepuluh 10 tahun sebesar Rp806.316 satu pohon karet tentang Pedoman tarif nilai ganti kerugian atas pemakaian tanah dan pembebasan tanam tumbuh, dan bangunan diatasnya, akibat operasi Eksplorasi dan/atau Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan perusahaan. swasta lainya,kalau tidak belilah tanah itu,karena sudah tidak subur lagi,biar kami cari tanah yang baru untuk berkebun lagi”tegas Bustomi.
Sementara saat awak media Sumselnews.co.id mencoba mengkonfirmasi pihak Filed Manager PT Formasi Sumatera Energi,melalui humasnya Hestu (27/07/2024) masih mau di koordinasikan dulu dengan Pertamina,karena merasa limbah tersebut bukan di masa PT Formasi Sumatera Energi
“Saya sudah menyurati pihak PT Pertamina di sekitaran bulan April 2024 lalu, tapi sampai sekarang belum ada respon,karena menurut saya limbah itu bukan di saat masa KSO Formasi Sumatera Energi operasional, jadi kita tunggu dulu jawaban dari Pertamina” Ujar Hestu
Di waktu yang berbeda PT Pertamina saat di konfirmasi melalui humas nya Yaumil Intan mengatakan itu masa WK KSO,tanpa memberitahu apa arti dari WK KSO tersebut
“Namti kami buatkan dulu tim untuk periksannya,setelah ada hasilnya baru bisa di sampaikan,untuk sementara ini kemungkinan besar itu waktu WK KSO” Tegasnya tanpa memberi tahukan arti dari WK KSO tersebut.
Sampai berita ini di rillis belum ada jawaban dan tanggapan dari kedua PT tersebut, baik itu Pertamina ataupun Formasi Sumatera Energi.(Tim KomatSu)