Sumsel.Sibanews.com, -Isu perizinan aktifitas PT Servo Lintas Raya (SLR) bergulir seiring permasalahan lingkungan perusahaan yang dominan beroperasi di wilayah Kabupaten PALI ini.
Beberapa waktu ke belakang, sejumlah elemen masyarakat memprotes aktifitas perusahaan, mulai dari swabakar di kawasan stockpile sampai debu batubara yang mencemari pemukiman penduduk.
Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni memberi atensi atas kasus ini, mengingat di masa tugasnya yang singkat di Sumsel, Dirjen Binkeuda Kemendagri itu tak mau main-main.
Oleh sebab itu, pemprov Sumsel kemudian membentuk tim untuk melakukan evaluasi sebagai tindak lanjut laporan masyarakat. Tim gabungan ini berisi sejumlah Dinas terkait, di provinsi Sumsel dan Kabupaten PALI.
Dukungan muncul dari DPRD Sumsel, juga DPRD Kabupaten PALI untuk memastikan proses kerja tim ini berjalan. Melihat bagaimana sebetulnya operasional perusahaan yang telah dimulai sejak 2017 silam.
“Tim ini menjadi langkah maju bagi Pemprov Sumsel. Karena perusahaan itu (SLR) wajib menjaga lingkungan, kalau mereka melanggar kita beri mereka peringatan kalau tidak cabut izinnya,” tegas Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Hasbi Assidiki.
Dalam penelusuran, SLR diketahui merupakan bagian dari Titan Infra Energy yang diakuisisi Titan Infra Sejahtera di tahun 2017 tersebut.
Sejak akuisisi itu sampai saat ini, Titan Infra Sejahtera menguasai mayoritas saham, yakni sebanyak 558.866.643 lembar saham senilai Rp558.866.643.000. Sementara satu lembar saham dimiliki oleh PT PADA Investama senilai Rp1.000.
Dalam struktur pengurus terbaru, saat ini Antonius Kristiadi menjabat sebagai Direktur Utama, Julkarnain sebagai Direktur, Darwan Siregar sebagai Komisaris Utama dan Melinda Aprilia sebagai Komisaris.
SLR diketahui mengelola jalan khusus sepanjang 113 kilometer. Jalur ini menghubungkan tambang batubara yang berada di Kabupaten Lahat dan Muara Enim menuju pelabuhan PT Swarnadwipa Dermaga Jaya di kabupaten PALI.
Meskipun dominan berlokasi di PALI, tidak ada batubara dari IUP yang berlokasi di PALI yang diangkut melalui jalur ini karena informasinya batubara PALI dianggap tidak menguntungkan apabila diangkut lewat jalur khusus SLR.
Jalur ini juga diketahui melintasi 52 desa, 11 kecamatan, di 4 kabupaten. Diantara jalur khusus itu, terdapat dua Intermediate Stockpile (IS) yang dikelola SLR.
Satu di KM 107 seluas 60 ha yang dapat menampung hingga 600.000 ton batubara dan satu lagi berada di KM 36 seluas 50 ha yang dapat menampung hingga 500.000 ton batubara.
SLR juga mengelola pelabuhan bongkar muat batubara yang dikelola oleh anak usahanya PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ), berlokasi di kawasan Muara Lematang, Kabupaten PALI, bersebarangan dengan Desa Rantau Bayur, Banyuasin.
Pengelolaan aset ini menjadi salah satu yang dipertanyakan oleh Mahasiswa-Masyarakat PALI Peduli Lingkungan dalam aksi massa di Pemprov Sumsel beberapa hari lalu.
“Langkah (membentuk tim) ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk memastikan ketertiban dan ketaatan perusahaan terhadap lingkungan, sekaligus dalam upaya menyejahterakan masyarakat,” ungkap Afri, Ketua .
Dengan dibentuk dan bekerjanya tim gabungan oleh Pj Gubernur Sumsel ini menurutnya menjadi angin segar bagi keadilan untuk masyarakat, yang selama ini telah menuntut perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan sosial masyarakat dalam operasinya. (rilis)