Berita
1 Jan 2026, Kam

Proyek Pengerasan jalan Belum usai dibangun Terdapat retak, Dalam Waktu Dekat DPC Projamin Muba akan menyampaikan laporan ke Kejati Sumsel.

Muba Sumsel SibaNews.com-,
Ironi pembangunan di Kabupaten Musi Banyuasin kembali dipertontonkan di hadapan publik. Proyek pengerasan jalan Mangunjaya–Macang Sakti yang bersumber Bantuan Keuangan Bersifat Khusus(BKBK) APBD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2025 dikerjakan oleh CV. BENI PERMAI dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Perkerjaan Umum Musi Banyuasin insial (Fd) kini menjelma menjadi objek perhatian serius dalam diskursus tata kelola keuangan negara dan manajemen konstruksi daerah.

Proyek yang bernilai hampir Rp15 miliar ini bukan hanya menyisakan pertanyaan teknis, tetapi membuka ruang kecurigaan sistemik atas potensi dugaan penyimpangan administratif dan keuangan Daerah.Sorotan tajam bermula dari temuan lapangan yang menunjukkan ketiadaan papan informasi proyek di lokasi pekerjaan.

Kondisi ini secara normatif diduga telah melanggar prinsip transparansi sebagaimana diamanatkan dalam asas pengelolaan keuangan negara dan standar keterbukaan informasi publik.Fakta di lapangan menunjukkan, pada sejumlah titik badan jalan telah mengalami retak dini, meski progres pekerjaan belum mencapai tahap akhir.

Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa pengerjaan dilakukan diduga tanpa standar teknis yang memadai, atau lebih parah, sarat pengabaian spesifikasi.

Papan proyek bukan sekadar formalitas visual, melainkan instrumen hukum yang menjamin hak masyarakat untuk mengetahui sumber, nilai, dan pelaksana anggaran daerah.

Pasca pemberitaan mencuat, pihak yang diduga sebagai PPK proyek melalui pesan singkat kepada media mengirimkan foto papan proyek yang diklaim telah terpasang.

Namun fakta di lapangan kembali berbicara lain. Papan proyek tersebut justru ditempatkan sekitar 4 kilometer dari titik pekerjaan,dan duga baru terpasang setelah sempat terbitnya pemberitaan terkait perihal tersebut. Penempatan plank di kawasan Simpang TPR Beruga, sementara aktivitas konstruksi berlangsung di perbatasan Beruga–Desa Sugi Waras menuju Macang Sakti tepatnya di kawasan pal 8 kawasan area sugihwaras.

Dalam perspektif hukum administrasi negara, penempatan papan proyek yang tidak berada di lokasi kegiatan dapat dimaknai sebagai rekayasa administratif, bukan pemenuhan kewajiban transparansi. Dugaan Transparansi semu semacam ini justru memperkuat dugaan adanya upaya pengaburan informasi publik.

Tidak hanya itu puncak kejanggalan muncul dari pernyataan resmi pihak proyek itu sendiri. Kepada media, pihak yang diduga PPK dari intasi Dinas Pekerjaan Umum Musi Banyuasin melalui whasapnya di No +62 821-7984-xxxx.
menyampaikan bahwa progres fisik pekerjaan telah melampaui 50 persen, sementara realisasi keuangan masih berada di angka 0 persen.

“Saat ini percepatan pekerjaan masih tetep berjalan dan fisik pekerjasn sudah lebih dari 50%, dan keuangan masih 0%, Ini ada monev dari bidang pembangunan terkait kegiatan Bantuan Keuangan Bersifat Khusus(BKBK)”ungkap FD Sabtu (20/12/2025)

Sementara saat dipertanyakan tentang pisik hasil pekejaan yang terlihat sudah retak dirinya menjawab fisik pelaksanaan masi dilaksanakan.dan akan diuji mutuh beton setelah umur 28 hari.

“Fisik pekerjaan masih dilaksanakan pak, kegiatan ini sudah masuk list dari tim dan merupakan bagian dari pemeriksaan BPK.Sample mutu beton akan di lakukan uji mutu.Uji mutu di lakukan sebelum pekerjaan selesai,Uji mutu masih menunggu umur beton setelah 28 hari” jelas Fd.

Pernyataan ini, jika benar, merupakan bentuk paradoks administratif yang serius. Dalam teori pengelolaan proyek pemerintah, tidak dikenal mekanisme sah di mana pekerjaan fisik dapat berjalan signifikan tanpa serapan anggaran. Setiap aktivitas konstruksi melekat pada konsekuensi pembayaran, pencatatan, dan pertanggungjawaban keuangan.Dengan demikian, kondisi “fisik berjalan, keuangan nihil” menimbulkan pertanyaan fundamental,
siapa yang membiayai pekerjaan, dengan dasar hukum apa, dan melalui mekanisme apa.

Lebih jauh, klaim bahwa kegiatan telah masuk dalam daftar monitoring dan evaluasi (monev) serta menjadi bagian dari pemeriksaan BPK tidak dapat dijadikan tameng pembenar. Dalam kerangka audit investigatif, justru pernyataan semacam ini sering muncul pada fase awal ketika potensi temuan mulai disadari oleh pelaksana kegiatan.

Kekhawatiran semakin menguat ketika diketahui bahwa uji mutu beton baru akan dilakukan setelah pekerjaan fisik berjalan signifikan. Dalam standar manajemen mutu konstruksi, pengujian material adalah instrumen preventif yang wajib dilakukan sejak awal dan secara simultan, bukan prosedur korektif di akhir.

Keterlambatan uji mutu menempatkan kualitas proyek dan keselamatan publik sebagai objek spekulasi. Secara akumulasi dugaan mengarah fakta ini mulai dari absennya transparansi, anomali fisik-keuangan, hingga pengendalian mutu yang terlambat merupakan karakteristik klasik dari apa yang dalam literatur kebijakan publik disebut sebagai early warning system of corruption.

Sebuah fase di mana pelanggaran belum tentu terbukti secara yuridis, namun indikator penyimpangan telah muncul secara konsisten dan sistematis.Oleh karena itu, proyek ini tidak lagi layak dipandang sebagai persoalan teknis semata, melainkan sebagai isu serius tata kelola keuangan daerah yang menuntut intervensi cepat dan tegas. Inspektorat Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, hingga aparat penegak hukum dituntut untuk melampaui pemeriksaan administratif rutin dan masuk ke ranah audit mendalam yang berorientasi pada substansi.

Sebab sejarah panjang pengelolaan proyek publik di negeri ini telah mengajarkan satu hal,ketika transparansi diabaikan, korupsi tidak selalu datang dengan wajah kasar ia kerap hadir rapi, berbahasa teknokratis, dan berlindung di balik istilah percepatan, monev, serta “akan diuji”.

Menanggapi Hal tersebut , Tanto Hartono Dewan Pimpinan Cabang Projamin Musi Banyuasin (DPC Projamin Muba) angkat bicara dan menyatakan sikap tegas. Organisasi ini memastikan akan menyampaikan laporan tertulis scararesmi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan dalam waktu dekat.

“Jalan belum selesai,tapi sudah retak. Ini bukan soal cuaca, ini soal kualitas ,kuantitas dan tanggung jawab. Jika sejak awal sudah cacat, patut diduga ada yang tidak beres dalam perencanaan dan pelaksanaan,” ujar ketua Projamin Muba.

Projamin Muba menilai, keretakan dini merupakan indikator awal kegagalan konstruksi yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, sekaligus merugikan masyarakat sebagai penerima manfaat pembangunan.

“Keretakan dini merupakan indikator awal kegagalan konstruksi yang berpotensi menimbulkan dugaan kerugian keuangan negara, sekaligus merugikan masyarakat sebagai penerima manfaat pembangunan.Dalam waktu dekat ini Kami akan layang kan surat kepihak kejati Sumsel, meminta pihak kejati Sumsel untuk segera memeriksa proyek tersebut,jika indikasi kejanggalan Pada pengerjaan proyek tersebut,ditemukan indikasi dugaan kerugian keuangan negara kami mintak pihak-pihak terlibat agar diproses sesuai hukum berlaku “Tutup Ketua DPC Projamin Muba.(TD).

Share Medsos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sorry, you can't copy this post