

PALEMBANG SUMSEL SibeNews.com-,
Sebuah ironi sosial yang menyayat nurani kembali mengemuka. Di tengah semangat pemerintah memperkuat ketahanan pangan dan gizi nasional, muncul aktor yang memanipulasi idealisme publik melalui modus “Program Makan Bergizi Gratis (MBG)” sebuah skema semu yang kini menjerat sedikitnya 114 korban dengan estimasi kerugian mencapai lebih dari Rp22 miliar.
Sosok di balik rekayasa tersebut adalah seorang pria berinisial Putra GS, yang mengaku sebagai Ketua Pengurus Harian Mitra Bakul Digital. Beralamat di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, ia menampilkan diri dengan citra profesional, menggunakan dokumen berlogo pemerintah, bahkan mengklaim kedekatan dengan tokoh nasional untuk menumbuhkan kepercayaan publik.
Kronologi penipuan bermula pada Desember 2024, ketika Putra GS memperkenalkan konsep kemitraan berbasis sosial untuk mewujudkan “Dapur Makan Bergizi Gratis”. Ia mengutip jargon seolah-olah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperkuat kesejahteraan gizi masyarakat.
Namun, setiap calon peserta diwajibkan menyetorkan dana sebesar Rp30 juta dengan alasan administratif dan pembangunan fasilitas dapur.
Tak berhenti di situ, pelaku menjanjikan skema ekonomi yang nyaris utopis di mana setiap penerima manfaat disebut akan menghasilkan sirkulasi dana Rp15 juta per hari melalui sistem bagi hasil yang sepenuhnya fiktif.
Keyakinan korban diperkuat dengan penampilan pelaku yang rapi, artikulatif, serta membawa berkas berlogo kementerian, sehingga menimbulkan kesan legalitas semu. Bahkan, beberapa korban mengaku bahwa Putra GS sempat menegaskan dirinya memiliki hubungan keluarga dengan pejabat negara pernyataan yang kini terbukti dusta belaka.
Puluhan kelompok masyarakat di berbagai daerah, termasuk Sumatera Selatan, telah terlanjur membangun dapur, membeli alat masak, dan menyewa tempat sebagaimana instruksi pelaku.
Namun, ketika tenggat realisasi program tiba, tak satu pun janji terealisasi.Pelaku menghilang tanpa jejak. Nomor teleponnya nonaktif, alamat kantornya kosong, dan pihak Mitra Bakul Digital pun mengonfirmasi bahwa Putra GS telah diberhentikan dari struktur organisasi.
“Kami niatnya membantu masyarakat lewat dapur makan gratis. Tapi setelah uang kami serahkan dan tempat dibangun, pelaku hilang begitu saja,” ujar Irsa, korban asal Sumatera Selatan, dengan suara bergetar menahan kecewa.
Menurut kuasa hukum para korban, H. Erwin Haslam, SH., MH, total kerugian yang ditaksir menembus Rp 22 miliar, mencakup setoran dana, pembelian peralatan, serta biaya pembangunan fisik dapur.


“Kami menilai tindakan ini telah memenuhi unsur pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan 372 KUHP. Lebih jauh, perlu ada penyelidikan mendalam atas kemungkinan keterlibatan oknum yang turut memperkuat legitimasi semu dari program ini,” tegas Erwin.
Ia menambahkan, bahwa praktik semacam ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi penghinaan terhadap etika sosial dan moralitas publik.
“Ketika nama negara dipakai untuk menipu rakyat kecil, maka yang tercoreng bukan hanya hukum, tapi juga kepercayaan terhadap institusi,” imbuhnya.
Kasus ini mencerminkan betapa celah kepercayaan publik terhadap program sosial dapat disalahgunakan oleh individu tak bertanggung jawab. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan tidak hanya menindak pelaku utama, tetapi juga menelusuri jaringan administratif dan keuangan di balik skema ini.
“Ini bukan semata persoalan uang. Ini pengkhianatan terhadap semangat gotong royong dan kepedulian sosial bangsa.”
Rilis ini menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan, bahwa setiap program berlabel sosial harus diuji validitas hukum, struktur pendanaannya, serta rekam jejak pengelolanya. Transparansi, audit publik, dan pengawasan hukum harus menjadi fondasi, bukan sekadar formalitas.
Kasus “Makan Bergizi Gratis” ini adalah contoh nyata bahwa penipuan modern kini mengenakan jas idealisme. Dan ketika keserakahan bersembunyi di balik nama kemanusiaan, maka negara tidak boleh diam.(TD)
