LAHAT,Sibanews.com, – Pejabat Kementrian PPA RI, Asisten Deputi Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Robert Parlindungan Sitinjak mengapresiasi kinerja Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat yang selama ini telah profesional menyidangkan perkara Anak di Pengadilan Negeri Lahat.
Apresiasi ini disampaikan Robert, setelah proses persidangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lahat menjatuhkan putusan 10 bulan kurungan penjara yang lebih tinggi 3 bulan dari tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU) dengan tujuh bulan kurungan penjara beberapa waktu lalu.
“Putusan ini membuktikan, bahwa serangkaian tindakan Penyidik Polres Lahat dan Hakim Pengadilan Negeri Lahat telah mematuhi dan mempedomani ketentuan Lex Specialis Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang telah berlaku sejak 11 tahun yang lalu sampai sekarang masih berlalu sebagai hukum positif. Apreasi penghargaan atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lahat, juga telah mempedomani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 19 ayat 1 dan 2, yang pada pokoknya mengatur kewajiban merahasiakan identitas nama, alamat dan hal-hal lainnya dari Anak Pelaku, Anak Korban dan Anak Saksi, yang dapat mengungkap jati diri Anak, demikian juga dalam pemberitaan media cetak dan elektronik”, urai Robert saatm menyampaikan apresiasi tersebut mealui pesan singkat di WhatsAppnya, Sabtu (7/1/23).
Maksud tujuan pertimbangan yang paling mendasar dalam peraturan perundang-undangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA ini, disampaikan Robert, adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan yang bertujuan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan. Dengan begitu, stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat dihindari dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
“Selanjutnya Kementrian PPPA akan terus mengawal setiap kasus anak di seluruh daerah, agar memastikan penerapan Undang-Undang SPPA, dengan segala upaya menjauhkan Anak dari Peradilan, antara lain memastikan para Aparat Penegak Hukum (APH) Polisi, Jaksa, Hakim mematuhi dan mempedomani ketentuan khususnya Pasal 79 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, yang mengatur pada ayat (3) Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak. Lalu, menegaskan pada ayat (4) Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Nah, ketentuan KUHP ataupun KUHP baru Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 juga diatur tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 SPPA sebagai ketentuan lex specialis, yang sesuai asas hukum Lex specialis derogat legi generali artinya hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (Lex Specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (Lex Generalis)”, ungkapnya.
Ia menjelaskan, bahwa Undang-Undang 11 Tahun 2012 juga menegaskan pada Pasal 78 ayat (1) Pidana pelatihan kerja dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun. Robert Sitinjak sangat mengapresiasi seluruh Aparat Penegak Hukum Polisi, Jaksa, Hakim, dan khususnya Kajari Lahat, Nilawati, SH., MH. yang secara profesional dan sangat memahami ketentuan hukum Peradilan Anak, serta sangat responsif peduli pada perlindungan anak, yang secara tegas dan berani menerapkan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, yang mengatur ketentuan, pada ayat (3) Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak. Artinya, pidana penjara minimum selama 5 tahun penjara, tidak boleh diberlakukan pada pelaku Anak. Jaksa Kejari Lahat menuntut 7 bulan penjara, yang mempertimbangkan hal-hal yang meringankan Pelaku Anak dan bukti lainnya sudah sesuai prosedur dan ketentuan UU SPPA, untuk melindungi masa depan anak, karena tindakan pidana yang dilakukan anak tidak serta merta mutlak kesalahan pada anak, karena anak dianggap belum cakap untuk melalukan tindakan hukim.
“Kemampuan Anak memahami akan hak dan kewajibannya, situasi dan kondisinya sangat dipengaruhi adanya relasi kuasa dari pelaku Dewasa. Pelaku Dewasa, justru yang seharusnya melindungi Anak, mencegah tindakan pidana Anak, bukan sebaliknya. Ini menjadi hal-hal yang memberatkan Pelaku Dewasa dijatuhi hukuman pidana penjara”, terang Robert menambahkan.
Kemen PPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), sambungnya, mendorong APH memperberat hukuman pada pelaku dewasa tersebut, karena mengajak 2 pelaku Anak melakukan tindakan pidana kekerasan seksual terhadap Anak, dan harapannya segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Lahat, agar dihukum sesuai perbuatannya untuk memberikan efek jera pelaku.
“APH Kabupatan Lahat, agar dapat dicontoh dan ditiru oleh para APH seluruh Indonesia dalam penanganan Peradilan Anak, mematuhi dan mempedomani ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA”, tegas dia.
Hal senada juga disampaikan Kajari Lahat Nilawati, SH, MH melalui konfirmasi dengan awak media bahwa terkait dengan pasal 2 UU. Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012 yang mengamanahkan sistem peradilan pidana anak di laksanakan berdasarkan asas : Perlindungan, Keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak, proporsional, perampasan kemerdekaaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan.
“Bahwa berdasarkan pasal 3 huruf g UU. SPPA Nomor 11 Tahun 2012 yang mengamanahkan setiap anak dalam proses peradilan berhak tidak ditangkap, di tahan, atau di penjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yg paling singkat. Bahwa Pasal 3 huruf h UU. SPPA nomor 11 Tahun 2012 mengamanahkan setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objectif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum. Bahwa pasal 79 ayat 3 UU. SPPA Nomor 11 Tahun 2012 mengamanahkan minumum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak. Oleh karena itu, maka jaksa penuntut umum kejari lahat menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama 7 Bulan dikurangi selama anak berada dalam tahanan sementara dengan perintah tetap ditahan, sebagaimana yang telah di bacakan di persidangan pada tanggal 29 Desember 202”, tutup Nilawati.