Palembang.sibanews.com, -Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) hebat yang terjadi sejak Agustus 2023 lalu hingga menimbulkan kabut asap pekat di sejumlah wilayah Sumsel mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Salah satunya Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (KAWALI) Sumsel.
Sejumlah massa dari organisasi ini, Rabu (18/10), mendatangi Kantor kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. Kedatangan mereka guna melaporkan dugaan penyelewengan dana pencegahan dan penanganan Karhutla yang nilainya mencapai ratusan miliar.
Ketua KAWALI Sumsel, Chandra Anugera mengatakan, gelontoran dana fantastis tersebut seharusnya bisa optimal untuk mencegah Karhutla kembali terjadi. Hanya saja, pendekatan yang selama ini digunakan oleh pemerintah terkesan masih parsial dan belum terintegrasi. Perlindungan dan pengelolaan lahan gambut dan hutan belum dilakukan secara holistik, melainkan terpisah atau sendiri-sendiri. Hal ini telah menyebabkan kerusakan serius di wilayah tersebut.
“Karhutla telah menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan, kesehatan masyarakat, dan ekonomi masyarakat Sumsel,” kata Chandra usai melakukan aksi.
Ia mengungkapkan meskipun titik lokasi potensi Karhutla telah dapat diidentifikasi, tindakan antisipasi dari pemerintah tidak sesuai dengan urgensi masalah ini. Meski Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menindak sejumlah perusahaan yang melanggar aturan dan merusak lingkungan, tetapi masih diperlukan tindakan lebih tegas.
Chandra mengungkapkan pada tahun 2022, BRGM dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah membangun 1.080 unit sekat kanal dan 281 unit sumur bor sebagai bagian dari upaya rewetting atau pembasahan kembali kawasan gambut.
Selain itu, pemerintah juga telah melakukan revegetasi atau penanaman kembali lahan gambut yang terbakar, dengan sekitar 85 hektar lahan gambut direvegetasi hingga tahun 2022.
Namun, Chandra juga menyoroti bahwa upaya yang dilakukan oleh instansi atau organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP), dan Dinas Kehutanan (Dishut), terkesan sia-sia. Dana yang tidak sedikit telah dihabiskan, tetapi hasil yang diharapkan belum tercapai.
“Dana penanganan Karhutla dalam beberapa tahun terakhir tidak selalu jelas penggunaannya, dan hal ini dapat menjadi salah satu penyebab meningkatnya kebakaran hutan dan lahan,” bebernya.
Masih kata Chandra, restorasi gambut sebetulnya dapat menjadi salah satu langkah kunci. Namun, tata kelola yang minim dan kurangnya fokus pada pencegahan telah membuat upaya ini kurang efektif.
“Untuk itu, perlu diambil langkah penegakan hukum terhadap perusahaan yang terlibat dalam Karhutla,” ucapnya.
Koalisi Kawali Sumsel juga meminta Kejaksaan Tinggi Sumsel untuk memeriksa institusi yang terkait dengan penerimaan dana serta pengelolaan anggaran dalam pencegahan dan penanganan Karhutla di Sumsel. Dalam hal ini, BRGM, TRGD, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel.
Mereka juga meminta penyelidikan terhadap lembaga asing yang terlibat dalam dugaan upaya merampas sumber daya alam dan hak rakyat melalui berbagai dokumen lingkungan. “Kami sudah membuat laporan agar selanjutnya bisa ditindaklanjuti oleh pihak Kejati Sumsel,” tegasnya.(rill)